Palembang, Kompas - Pengelola pabrik karet di Kota Palembang mengimbau para petani untuk menghilangkan kebiasaan membiarkan produk karetnya bercampur dengan kotoran sebab dapat menurunkan kepercayaan pembeli di luar negeri dan harga menjadi rendah karena kualitasnya buruk.
Menurut Alex Kurniawan Eddy, Direktur Pabrik Karet PT Muara Kelingi, Senin (21/12), di Palembang, sejak dulu sampai sekarang mayoritas petani karet di Sumatera Selatan terbiasa merendam getah karet dengan air dan material lainnya. Dia menduga hal ini dilakukan agar volume getah menjadi semakin berat.
Mereka berpikir harga jual ke pabrik menjadi semakin tinggi. Akan tetapi, harganya sebenarnya akan turun dan, bahkan, dapat kehilangan pasar.
Kondisi ini, lanjut Alex, sebenarnya sudah dikeluhkan sejumlah importir, salah satunya dari Jepang. Mereka mengeluh karena kebersihan produk karet olahan dari Sumsel kurang baik.
Menurut Alex, hal ini terjadi karena minimnya pengetahuan petani karet di Sumsel soal teknik pengolahan karet yang sesuai standar. Faktanya, petani sampai sekarang masih menerapkan praktik itu sehingga membuat sebagian karet mentah bercampur dengan pasir, air, dan kayu.
Langkah antisipasi
Melihat kondisi ini, pemerintah dan pengusaha sebenarnya telah mencanangkan program Gerakan Karet Bersih sejak 2008. Program bersama ini dilakukan untuk mengantisipasi tindakan pengotoran getah karet. Alasannya, pengotoran getah karet menimbulkan bau.
Untuk menghilangkan bau getah karet tersebut dibutuhkan proses panjang dan biaya yang tidak murah.
”Intinya, kontrol kualitas dan mutu karet ke pasar dunia perlu diperketat. Apalagi di saat seperti ini, mayoritas pelaku usaha ataupun petani karet di Sumsel baru pulih dari dampak krisis global,” katanya. (ONI)
0 Comments