Ad Code

Pemuda Petani Indonesia Siap Belajar di Jepang

*Oleh: Muhamad Nasrul Pradana

Pada hari Kamis (4/23), bertempat di National Olympics Memorial Youth Center (NYC), Shibuya Ward, Tokyo telah diadakan upacara penerimaan trainee yang berasal dari Indonesia, Thailand, Malaysia dan Filipina untuk mengikuti pelatihan kepemimpian di Jepang selama satu hingga tiga tahun ke depan. Program pelatihan ini terselenggara atas dukungan dari Ministry of Agriculture, Forestry and Fisheries (MAFF) sebagai bentuk realisasi atas bantuan dana yang diberikan Jepang untuk pembangunan sosial ekonomi di Indonesia yang berupa “Bantuan Pembangunan Pemerintah (Official Development Assistance, ODA)”. Adapun pelaksana program utama pelatihan ini adalah Japan Agricultural Exchange Council (JAEC), disamping JICA (Japan International Cooperation Agency) yang telah lama memberikan bantuan dalam proyek kerjasama teknik untuk pengembangan Sumber Daya Manusia di berbagai negara berkembang termasuk Indonesia.

Para peserta trainee yang datang ke Jepang ini, sebelumnya telah mengikuti proses seleksi yang sangat ketat di negara mereka masing-masing selama kurang lebih satu tahun. Untuk trainee Indonesia dikoordinir oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Departemen Pertanian, RI. Kemudian, mereka juga telah belajar bahasa Jepang selama kurang lebih 1 (satu) sampai 2 (dua) bulan sebelum berangkat ke Jepang agar dapat berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Setelah mereka datang ke Jepang, mereka langsung diberikan pembekalan ilmu-ilmu dasar pertanian di Jepang yang sangat berguna selama kegiatan pelatihan berlangsung.

Mereka juga diikutsertakan kembali dalam pembelajaran khusus bahasa Jepang dengan para guru dan pelatih yang siap membantu mereka sebelum ditempatkan di berbagai daerah, antara lain: Prefektur Chiba, Aichi, Wakayama, Nara, Nagano, Niigata, Kumamoto, Gifu, Miyagi dan lain sebagainya . Namun karena singkatnya waktu belajar, hanya sekitar tiga minggu, mereka masih memiliki banyak kendala dalam berkomunikasi dengan orang Jepang. Disinilah, para trainee perlu berusaha keras untuk selalu belajar dan menggunakan bahasa Jepang dalam kehidupan sehari-hari sambil bekerja di lapangan nantinya, ungkap salah seorang staf JAEC, Mr. Sakamoto. Tidak ada jalan lain selain belajar keras untuk dapat menerima segala ilmu yang akan diajarkan oleh para induk semang (petani) selama di Jepang.

Peserta trainee ini sengaja dikirimkan dari Indonesia ke Jepang untuk menuntut ilmu pertanian, terutama mengenai teknik bercocok tanam, teknologi pertanian, manajemen pertanian sampai dengan pemasaran produk di sentra-sentra penjualan. Atase Pertanian, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Tokyo – Jepang, Bapak Pudjiatmoko, PhD melalui sambutan tertulis karena berhalangan hadir pada upacara pembukaan ini, menyampaikan bahwa tidak hanya ilmu bertani saja yang akan mereka pelajari, namun budaya kerja keras, disiplin dan kerjasama yang kuat perlu juga dipelajari untuk kemudian diterapkan dalam membangun pertanian negara Indonesia. Hasil pelatihan yang didapat oleh para peserta trainee diharapkan dapat berguna dalam melakukan perubahan untuk menjadi lebih baik “change for the better (kaizen)” dan membangun pertanian di daerah masing-masing setelah kembali ke Indonesia serta menjadi bekal dimasa depan untuk menjadi petani yang tangguh dan teladan.

Diharapkan melalui program pelatihan kepemimpinan petani ini, hubungan persahabatan Indonesia – Jepang dapat semakin meningkat terutama dalam hal pengembangan sumber daya manusia serta “transfer of technology” yang dimiliki oleh petani Jepang kepada para petani Indonesia.

Ketigabelas peserta trainee dari Indonesia ini akan berusaha keras dalam mempelajari teknik pertanian Jepang yang dimulai dari proses produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran. Beberapa trainee mengungkapkan permasalahan utama Pertanian Indonesia saat ini lebih terletak pada proses penentuan harga yang tidak seimbang (terkadang berat sebelah) antara para petani dan tengkulak. Selain itu, dari segi strategi pemasaran juga masih terdapat berbagai kendala bagi petani-petani kecil yang salah satunya disebabkan oleh daya beli masyarakat yang rendah sehingga para petani juga terpaksa menjual produknya dengan harga rendah agar masyarakat kecil dapat mengkonsumsi produk mereka.

Di sela-sela waktu diskusi, salah satu peserta trainee menceritakan pengalamannya dalam menjual produk beras. Para petani menginginkan harga beras tersebut dapat dijual cukup tinggi di pasaran. Namun, jika dijual dengan harga tinggi maka rata-rata karyawan pabrik tidak mampu untuk membeli karena upah yang terlalu minim, sehingga memungkinkan terjadinya masalah kelaparan di suatu daerah. Masalah lainnya, para petani harus siap bersaing dengan hasil produk pertanian murah yang diimpor dari negara-negara tetangga, seperti China dan Thailand. Akibat persaingan harga di pasar setempat, para petani harus menurunkan harga produknya untuk dapat bersaing dengan harga produk impor. Hal ini membuat para petani merasa dirugikan karena terkadang hasil penjualan produk pertanian mereka tidak mampu menutupi biaya produksinya. Permasalahan ini merupakan suatu dilema bagi para petani terutama dalam mencari jalan keluar yang terbaik.

Untuk memecahkan masalah-masalah pertanian Indonesia yang ada saat ini, para peserta trainee bertekad untuk berusaha menemukan jawabannya

Petani teladan selama mengikuti kegiatan program pelatihan ini yang akan memakan waktu sekitar 1 (satu) hingga 3 (tiga) tahun ke depan di Jepang ini. Para petani juga mengharapkan dukungan penuh dari pemerintah pusat dan daerah untuk dapat selalu mendukung usaha bisnis pertanian mereka sepulang dari Jepang nantinya. Tanpa dukungan dari pemerintah, para petani tidak dapat berbuat banyak karena terbentur dengan kebijakan perdagangan produk pertanian yang berbelit serta modal yang sangat terbatas. Ketigabelas petani juga mengajak seluruh penduduk Indonesia untuk dapat “mencintai produk dalam negeri” dan mereka akan selalu berusaha memproduksi produk pertanian yang berkulitas agar dapat bersaing dengan produk impor.

Mr. Sakamoto-san dari JAEC juga menambahkan, jika rekan-rekan ingin melakukan perubahan terhadap pertanian Indonesia, hal-hal yang harus dilakukan oleh para peserta trainee adalah selalu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik dan selalu berpikir maju ke depan dibarengi dengan peningkatan sumber daya manusia. Sakamoto-san juga mengharapkan kepada para trainee agar memiliki keinginan dan keyakinan yang kuat dalam mengikuti program pelatihan ini dengan baik, sehingga para induk semang (petani Jepang) merasa sangat senang dan bangga atas jerih payah yang dilakukan oleh rekan-rekan trainee sekalian selama di lapangan nantinya. Satu hal penting yang harus ditanamkan adalah jagalah nama baik bangsa negara Indonesia selama tinggal di negeri Sakura ini. Ditambahkan pula bahwa para trainee diharapkan “banyak belajar, banyak bekerja dan banyak makan” selama program pelatihan ini berlangsung.

Akhir kata, hal sekecil apapun yang kita pelajari pasti mempunyai makna dan arti, sehingga kita tetap harus terus belajar dan berkarya secara positif untuk menjadi petani kebanggaan bangsa Indonesia.

Minasan, Ganbatte kudasai!!!

*Sekretaris Umum IASA (Indonesian Agricultural Sciences Association) /
Interpreter JAEC (Japan Agricultural Exchange Council)
Tokyo University of Agriculture, Graduate School of Agriculture, Department of International Bio-Business (MSc. Candidate)
3-9-37, Sakuragaoka, Setagaya-ku, Tokyo 156-0054

Sumber: IASA, 26 April 2009 cit. atanitokyo.blogspot.com

Post a Comment

0 Comments

Close Menu