Bantul, Kompas - Kenaikan harga pembelian pemerintah atas gabah sebesar 10 persen masih jauh dari harapan para petani di Bantul, DI Yogyakarta. Kenaikan tersebut belum memberikan jaminan kesejahteraan yang layak bagi petani karena harga kebutuhan pokok terus melambung.
Siswo Raharjo (63), petani Dusun Kranginan, Desa Potorono, Banguntapan, Sabtu (2/1), mengaku senang atas kebijakan pemerintah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah kering panen (GKP) dari Rp 2.400 per kilogram (kg) menjadi Rp 2.600 per kg. ”Meski bahagia, kenaikan itu belum sesuai dengan harapan kami,” katanya.
Menurut dia, nilai HPP untuk tahun 2010 seharusnya Rp 3.000 per kg untuk GKP. Dengan lahan sawah seluas 75 meter persegi, Siswo menghasilkan 4 kuintal GKP. Bila HPP Rp 2.600, ia memperoleh hasil sekitar Rp 1 juta. Padahal, untuk mendapatkan uang tersebut ia harus merawat padi selama tiga bulan.
”Jadi, kalau dihitung tiap bulan saya hanya mendapatkan hasil sekitar Rp 330.000. Itu belum dipotong biaya produksi seperti pupuk dan benih. Hasilnya mepet banget. Kalau HPP bisa Rp 3.000 per kg, hasil yang kami terima akan lebih besar,” katanya.
Hal senada dinyatakan Paiman (56), petani di Dusun Manding, Sabdodadi, Kabupaten Bantul. Menurut dia, hasil yang diperoleh petani saat ini tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Semua harga kebutuhan terus naik, sementara kenaikan harga gabah sangat tipis.
Menurut dia, nilai HPP menjadi parameter bagi para tengkulak dalam memborong gabah petani. Selama ini mereka selalu pasang harga di bawah HPP. Meski begitu, petani lebih suka menjual kepada tengkulak karena untuk bisa menjual ke Bulog dengan harga HPP, kadar air gabah maksimal 25 persen dan kualitasnya harus bagus. (ENY)
0 Comments